EDUTAINMENT
EDUTAINMENT
(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan)
A. Pendahuluan
Seiring
dengan kemajuan peradaban manusia di era global, yang lebih memberikan tuntutan
atas kemajuan pemikiran dan pola pikir manusia di seluruh penjuru dunia, hingga
proses pendidikan lah yang dijadikan sebagai tonggak peningkatannya. Jika
berbicara masalah pendidikan, maka tak akan pernah bisa terlepas dari
permasalahan pengajaran maupun metode pembelajaran yang dijadikan sebagai dasar transfer of knowledge.
Proses
pembelajaran merupakan sebuah kesengajaan dari suatu interaksi sosial. Yang
mana dalam suatu interaksi edukatif ini haruslah memperhatikan beberapa aspek
tujuan pendidikan dan pengajaran. Sehingga interaksi yang terjadi mengandung
makna adanya kegiatan interaksi dan hubungan timbal balik antara pengajar yang
melaksanakan tugasnya dengan warga belajar atau peserta didik yang sedang
melaksanakan kegiatan belajar. Adapun harapan pokok dari interaksi tersebut
adalah pihak pengajar mampu memberikan dan mengembangkan motivasi kepada
peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu
ditegaskan bahwa prinsip mengajar adalah mempermudah dan memberikan motivasi
kegiatan belajar. Sehingga guru sebagai pengajar memiliki tugas memberikan
fasilitas atau kemudahan bagi suatu kegiatan belajar peserta didiknya. Maka
banyak masalah yang perlu diperhatikan oleh guru, antara lain :
1. Guru
harus dapat membimbing atau mengarahkan belajar siswa agar dapat mencapai
tujuan pendidikan yang diharapkan.
2. Bentuk
bimbingan dan pengarahan untuk menangani peserta didiknya.
3.
Penyediaan waktu yang cukup.
4.
Penyediaan sarana prasarana sebagai pendukung proses belajar mengajar.[1]
Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan
yang tunggal, akan tetapi memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan
sebagai suatu perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman yang
diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi yang
merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah
laku maupun kesadaran diri sebagai pribadi.
Adapun
maksud dari pada belajar adalah : Mengetahui suatu kepandaian dan kecakapan
terhadap suatu konsep yang sebelumnya tidak diketahui, dapat mengerjakan suatu
yang sebelumnya tidak dapat diperbuat baik tingkah laku maupun ketrampilan,
mampu mengkombinasikan dua pengetahuan atau lebih ke dalam suatu pengertian
baru baik ketrampilan, pengetahuan, konsep maupun sikap dan tingkah laku, serta
dapat memahami dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh.[2]
Melihat beberapa konsep dasar belajar
dan mengajar diatas, dapat diartikan bahwasannya sebuah interaksi pembelajaran
dapat berlangsung secara baik ketika hubungan antara pengajar dan peserta didik
terdapat hubungan timbal balik yang terarah dan terstruktur. Sehingga peserta
didik dapat merasa bahwa dirinya sedang belajar dan termotivasi untuk selalu
belajar. Sebab, interaksi pembelajaran yang hanya berjalan searah akan
menjadikan peserta didik hanya sebagai objek penerima pelajaran yang cenderung
akan menjadi pasif dan tidak kreatif.
Dengan demikian, demi menciptakan
interaksi edukatif antara pengajar dan peserta didik, dan agar tercapainya
tujuan pembelajaran dengan tidak mengesampingkan aspek emosional peserta didik
yang lebih cepat merasa bosan dengan proses pembelajaran yang monoton dan tanpa
adanya motivasi yang menumbuhkan kreatifitas mereka dalam pembelajaran, maka
perlu adanya sebuah konsep gagasan yang dapat dijadikan sebagai acuan dasar
untuk membangun proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan.
contoh :
Proses
pembelajaran yang menyenangkan dapat dijadikan sebagai suatu hiburan, dan bukan
lagi menjadi momok yang menakutkan bagi peserta didik. Sehingga kemasan
pembelajaran yang menarik pastilah akan mendapat perhatian yang serius dari
para peserta didik. Dalam hal ini edutainment berupaya
agar pembelajaran yang terjadi berlangsung dalam suasana yang kondusif dan
menyenangkan. Sebab konsep ini menawarkan sebuah perpaduan dua aktifitas yaitu
‘pendidikan’ dan ‘hiburan’.[3]
Banyak
istilah yang digunakan sejalan dengan konsep tersebut, antara lain ; “PAKEM”
adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Disamping
metodologi pembelajaran dengan nama atau sebutan “PAKEM”, muncul pula nama yang
dikeluarkan di daerah Jawa Tengah dengan sebutan “PAIKEM Gembrot” dengan
kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan,
Gembira dan Berbobot. Dan di Jayapura muncul pula sebutan “Pembelajaran MATOA”
(diambil dari buah Matoa), kepanjangan Menyenangkan Atraktif Terukur Orang
Aktif, yang artinya Pembelajaran yang menyenangkan, Guru dapat menyajikan
dengan atraktif/menarik dengan hasil terukur sesuai yang diharapkan siswa
(orang) belajar secara aktif.[4]
B. Hakekat
Edutainment
Di
awal pembahasan penulis telah beranggapan bahwa suatu proses pembelajaran
adalah sebuah interaksi edukatif, yang mana dalam sebuah interaksi tentunya
harus memperhatikan proses penting yang akan menjadikan sebuah interaksi dalam
proses pembelajaran menjadi ideal. Proses tersebut adalah Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara
aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb). Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan
pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita,
dialog atau melalui simulasi role-play).Ketiga, proses
Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah
pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses
Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka
melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara).[5]
Dengan
memperhatikan beberapa proses tersebut, siswa sebagai peserta didik telah
dijadikan sebagai subjek dalam proses pembelajaran, dengan kata lain siswa
adalah sebuah unsur pokok dan sentral, bukan unsur pendukung dan tambahan. Dan
guru sebagai pengajar tidak sepenuhnya mendominasi kegiatan pembelajaran,
melainkan membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi
dan bimbingan agar siswa dapat mengembangkan potensi dan kreatifitasnya melalui
kegiatan belajar.[6]
Lain
dari pada itu, di dalam proses pembelajaran, yang selalu terdiri dari 3 (tiga)
komponen penting yang saling terkait satu sama lain, yaitu materi yang akan
diajarkan, proses mengajarkan materi, dan hasil dari proses pembelajaran.[7] Dan dari ketiganya telah membentuk lingkungan
pembelajaran. Akan tetapi dalam perjalanan prosesnya, sering didapati
kesenjangan dalam pembentukan lingkungan pembelajaran tersebut, terutama pada
kuranganya pendekatan yang benar dan efektif dalam menjalankan proses
pembelajaran. Sering kali para guru masih terpaku pada materi dan hasil
pembelajaran dan juga disibukkan dengan berbagai kegiatan dalam menetapkan
tujuan yang ingin dicapai, menyusun materi apa saja yang hendak diajarkan, dan
merancang alat evaluasi. Sedangkan hampir tak pernah memikirkan bagaimana
mendesain proses pembelajaran secara baik agar bisa menjembatani antara materi
dan hasil pembelajaran.
Seperti
yang telah diungkapkan Eric Jensen, mennyatakan tiga unsur utama yang
mempengaruhi proses belajar adalah keadaan, strategi, dan isi. Jadi,
menciptakan suasana yang tepat untuk belajar, dengan menggunakan gaya atau
metode presentasi yang baik, serta topik yang dibawa haruslah sesuai dengan
kebutuhan. Banyak proses pembelajaran yang menaruh perhatian baik terhadap usur
kedua dan ketiga, akan tetapi mengacuhkan unsur pertamanya yang justru akan
menjadi pintu utama pada proses belajar itu sendiri.[8] Dan belajar hanya akan efektif jika suasana
(suasana hati peserta didik) berada dalam kondisi yang menyenangkan.
Munculnya
konsep edutainment, yang mengupayakan proses pembelajaran yang kondusif dan
menyenangkan, telah membuat suatu asumsi bahwa : pertama, perasaan positif (senang/gembira) akan
mempercepat pembelajaran, kedua, jika
seorang mampu menggunakan potensi nalar dan emosi secara jitu, maka ia akan
membuat loncatan prestasi belajar yang tidak terduga sebelumnya, ketiga, bila setiap pembelajar dpat dimotivasi
secara tepat dan diajar dengan cara yang benar, cara yang menghargai gaya
belajar dan modalitas mereka, mereka semua akan dapat mencapai hasil belajar
yang optimal.[9]
Kita
semua setuju bahwa pembelajaran yang menyenangkan merupakan dambaan dari setiap
peserta didik. Karena proses belajar yang menyenangkan bisa meningkatkan
motivasi belajar yang tinggi bagi siswa guna menghasilkan produk belajar yang
berkualitas. Untuk mencapai keberhasilan proses belajar, faktor motivasi
merupakan kunci utama. Seorang guru harus mengetahui secara pasti mengapa
seorang siswa memiliki berbagai macam motif dalam belajar. Ada empat kategori
yang perlu diketahui oleh seorang guru yang baik terkait dengan motivasi
“mengapa siswa belajar”, yaitu 1. motivasi intrinsik (siswa belajar karena
tertarik dengan tugas-tugas yang diberikan), 2. motivasi instrumental (siswa
belajar karena akan menerima konsekuensi: reward atau punishment), 3. motivasi
sosial (siswa belajar karena ide dan gagasannya ingin dihargai), dan 4.
motivasi prestasi (siswa belajar karena ingin menunjukkan kepada orang lain
bahwa dia mampu melakukan tugas yang diberikan oleh gurunya).[10]
Dari beberapa permasalahan di atas,
hakekat edutainment adalah adalah suatu proses pembelajaran yang memadukan
antara pendidikan dan hiburan, sehingga menjadi suatu desain pembelajaran yang
menyenangkan dan menarik minat peserta didik untuk belajar. Secara mendasar
edutainment membantu keberhasilan peserta didik karena adanya upaya
mengembalikan kondisi peserta didik sesuai dengan hakekat diri peserta didik
sebagai manusia, dengan meyakininya bahwa setiap peserta didik memiliki potensi
diri yang dapat ditumbuhkembangkan dengan proses pembelajaran yang dijalaninya.
Dengan menumbuhkan motivasi intrinsik dalam setiap diri peserta didik untuk
dapat menggunakan modalitas belajar mereka sehingga menjadikannya manusia
pembelajar yang berada pada suasana yang gembira dan menyenangkan.
Adapun fungsi motivasi dalam belajar,
adalah :
1.
Mendorong siswa untuk berbuat, atau motivasi sebagai motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2.
Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuan.
3.
Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan hidup. Seorang siswa yang
akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan
belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca
komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.[11]
Di
samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai
pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seorang melakukan suatu usaha karena
adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil
yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama
didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan
prestasi yang baik. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan
tingkat pencapaian prestasi belajarnya.[12]
C. Teori-teori
Belajar Bernuansa Edutainment
Teori-teori belajar yang bernuansa
edutainment banyak dibahas pada berbagai macam literatur, dan beberapa teori
yang sesuai dengan konsep edutainment antara lain :
1. Teori
pembelajaran aktif.
Teori
ini menyatakan bahwa belajar hendaknya melibatkan multiindera dan dilaksanakan
dengan menggunakan variasi metode pembelajaran. Belajar membutuhkan
keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu
aktif, siswa melakukan aktivitas belajar, baik dalam mempelajari gagasan,
memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
Filosofisnya adalah “belajar dengan mendengarkan akan mudah melupakan, belajar
dengan mendengar dan melihat akan ingat sedikit, belajar dengan mendengar,
melihat dan berdiskusi akan mulai memahami, belajar dengan mendengar, melihat,
diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dna ketrampilan, dan cara
terbaik dalam menguasai pelajaran adalah dengan mengajarkan.”[13]
2. Teori
belajar akselerasi.
Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran
itu harus dirancang agar berlangsung secara tepat, menyenangkan, dan memuaskan.
Hal ini memberikan tuntutan kepada guru untuk menggunakan konsep belajar
berbasis aktifitas, yakni pembelajaran dengan melibatkan adanya pergerakan
fisik secara aktif ketika belajar, memanfaatkan indra sebanyak mungkin dan
membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Ada 4 model
belajar yang saling terkait dengan modalitas belajar yaitu ;
a. Somatic : learning by moving and doing.
b. Auditory : learning by talking and hearing.
c. Visual : learning by observing and
picturing.
d. Intellectual : learning by problem solving and reflecting.[14]
3. Teori
revolusi belajar.
Pada teori ini, lebih menekankan pada
suasana yang kondusif, yakni suasana relaks, tidak tegang, dan bebas dari
tekanan. Hal ini disebut juga dengan lingkungan belajar bebas resiko. Jadi,
suasana belajar yang menyenangkan merupakan kunci utama bagi individu untuk
memaksimalkan hasil yang akan diperoleh dalam proses belajar.
Lain
dari pada itu terdapat 6 prinsip kunci yang jika dikelola dan dilakukan dengan
baik maka siswa akan dapat belajar lebih cepat, singkat dan mudah. Keenam
prinsip itu adalah menciptakan kondisi terbaik untuk belajar, memahami kunci
presentasi yang sukses, memaksimalkan kerja memori, mengekpresikan hasil
belajar, mempraktikkan, meninjau ulang, mengevaluasi, dan merayakan.[15]
4. Teori
belajar quantum.
Teori Quantum berawal dari sebuah teori
fisika yang berarti proses perubahan energi menjadi cahaya atau sebuah energi
yang berubah menjadi cahaya sehingga memiliki kecepatan yang sangat tinggi.
Demikian halnya dengan proses pembelajaran yang diyakini akan mampu melejitkan
prestasi siswa dengan prestasi yang tak terduga sebelumnya. Tentunya dengan
menggunakan proses pembelajaran yang tepat dan bermakna.
Penekanan
teori ini terdapat pada pencapaian ketenangan dan berfikiran positif sebelum
belajar. Atau dengan kata lain perhatian proses pada keterlibatan emosi siswa.
Prinsip ini dibangun dari konsep triune, yang menjelaskan
bahwa setiap informasi yang memasuki otak menuju ke otak tengah yang berfungsi
sebagai pengarah, sehingga jika informasi tersebut diputuskan penting akan
dialihkan kepada otak berfikir. Jadi, informasi yang disampaikan pada saat yang
menyenangkan (emosi positif), maka seorang dapat belajar dan mengingat dengan
baik.[16]
5. Teori
belajar kooperatif.
Teori ini berdasar pada konsep
pembelajaran yang berdasarkan pada penggunakan kelompok-kelompok kecil siswa,
sehingga mereka dapat menjalin kerja sama untuk memaksimalkan kelompoknya dan
masing-masing melkukan pembelajaran. Dalam suasana kooperatif terdapat saling
ketergantungan positif antar siswa untuk mencapai tujuan. Siswa menyadari bahwa
ia akan berhasil mencapai tujuan bila rekan siswa yang lain juga berhasil
mencapai tujuan. Kerja sama di antara pelajar akan melibatkan keseluruhan daya
otak, sehingga akan meningkatkan kualitas dan kuantitas belajar.
Dengan
demikian pembelajaran kooperatif akan terdapat 5 unsur model pembelajaran yang
harus diterapkan, yaitu : Saling ketergantungan positif, Tanggung jawab
perseorangan, kegiatan tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi
proses kelompok.[17]
6. Teori
Kecerdasan Majemuk.
Teori
ini dikemukakan oleh Howard Gardner, yang menyatakan bahwa ada keberagaman
kecerdasan otak yang meliputi kecerdasan verbal/linguistik, musikal/ritmis,
logis/matematis, visual/spasial, jasmaniah/kinestetik,
intrapersonal/interpersonal, dan naturalis. Jadi dengan keberagaman kecerdasan
manusia, menuntut guru untuk merancang berbagai aktivitas yang menggabungkan
sebanyak mungkin jenis kecerdasan. Dan guru akan membantu siswa dalam
mendapatkan lebih banyak makna dan rangsangan otak dalam proses belajarnya,
sekaligus memberinya lebih banyak variasi dan kesenangan, serta mengembangkan
kecerdasan diri mereka.[18]
D. Edutainment
Sebagai Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam.
Adapun penerapan dari konsep
pembelajaran yang menyenangkan dan menghibur atau edutainment, selayaknya
kepada para guru untuk memperhatikan modalitas belajar siswanya. Sehingga
seorang guru harus memiliki berbagai macam metode dan strategi untuk dapat mewakili
secara keseluruhan akan keberagaman modalaitas belajar siswanya. Akan tetapi
pada dasarnya, sebuah proses pembelajaran akan berlangsung baik jika berada
dalam kondisi yang baik dan menyenangkan.
Seperti
halnya Islam memandang suatu proses pembelajaran, dan telah dilakukan oleh
Rasulullah saw, bahwa rasa senang dan bahagia memainkan peran yang manakjubkan
dalam diri seseorang, dan memberikan pengaruh kuat dalam jiwanya.[19]
Berdasar pada kajian histori dan
ajaran-ajaran Islam yang tertuang di dalam al-Qur’an dan Hadits, proses
pembelajaran seharusnya diterapkan dengan memenuhi aspek berikut ;
1.
Memberikan kemudahan dan suasana gembira.
Hal
ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan suasana akrab antara guru dan siswa
serta antar siswa yang satu dengan yang lain. Dan agar keakraban tersebut dapat
terjalin tentunya harus dengan mengadakan komunikasi yang ramah dalan suasana
belajar. Dan dalam komunikasi tersebut seyogyanya menggunakan ucapan dan
perilaku yang halus dan lembut. Sehingga dapat memperlakukan siswa dengan penuh
kasih sayang, dan suasana keakraban tersebut dapat terjadi pula dengan adanya
perasaaan gembira yang ditimbulkan dari sedikit gurau dan canda.[20]
2.
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dalam pendidikan Islam, upaya
menciptakan lingkungan yang kondusif dalam belajar, telah dicontohkan oleh
Rasulullah saw. Yang antara lain dengan :
a.
Memlih waktu yang tepat dan memperhatikan keadaan pembelajar.
b.
Mengajar dengan selektif dan disesuaikan dengan peserta didik.[21]
3. Menarik
minat.
Menggugah minat anak didik diperlukan
pembukaan yang menarik dalam langkah-langkah mengajar agar perhatian dan minat
mereka bisa terfokus kepada materi yang akan disampaikan. Upaya untuk menarik
perhatian dapat dilakukan dengan cara berikut ;
a.
Melakukan komunikasi terbuka, yakni guru mendorong siswanya untuk membuka diri
terhadap segala hal atau bahan pelajaran yang di sajikan, sehingga dapat
menjadi apersepsi dalam pikirannya.
b.
Memberikan pengetahuan baru.
c.
Memberikan model perilaku yang baik.[22]
4.
Menyajikan materi yang relevan.
Menunjukkan bahwa materi pelajaran itu
relevan dan penting bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a.
Memvisualisasikan tujuan pembelajaran.
b.
Meyakinkan peserta didik akan pentingnya materi.
c.
Mengulang penjelasan untuk memperkuat materi yang disampaikan.[23]
5.
Melibatkan emosi positif dalam pembelajaran.
Seperti halnya teori pembelajaran
quantum, keterlibatan emosi positif dalam pembelajaran seperti rasa senang akan
berpengaruh pada keberhasilan pembelajaran.
6.
Melibatkan semua indra dan pikiran.
Proses pembelajaran, seyogyanya bersifat
menyeluruh, dengan aplikasi fisik dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin,
dan membuat seluruh tubuh dan pikiran terlibat dalam proses belajar. Sebab
belajar berdasarkan aktivitas, secara umum lebih efektif dari pada yang
didasarkan pada presentasi.
7.
Menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
8.
Memberikan pengalaman sukses.
9.
Merayakan hasil.
E. Penutup
Pembelajaran akan dapat berlangsung
dengan baik hingga mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, haruslah
memperhatikan beberapa aspek yang akan mendudkung keberhasilannya. Yang antara
lain adalah ‘Proses pembelajaran’, yang mana dalam proses tersebut terjadi
interaksi langsung antara guru, siswa dan materi. Sedangkan ketentuan
keberhasilan dari sebuah pembelajaran tidaklah diukur dari hasil akhir yang
berupa ujian, melainkan bagaimana guru dapat memberikan motivasi penuh terhadap
siswanya agar dapat menumbuhkebangkan serta mengarahkan potensi yang
dimilikinya sehingga tercipta suasana belajar dalam dirinya. Maksudnya adalah
menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran.
Dan keberhasilan dari edutainment akan
dapat diraih jika seorang guru mempunyai kualitas kepribadian yang antara lain
:
1. Adanya
kepedulian terhadap siswa dan proses penyampaian bahan ajar.
2. Mampu
mengembangkan kreatifitas mengajarnya.
3.
Keberanian untuk menempuh resiko, tidak merasa takut akan menyalahi
asumsi-asumsi pembelajaran yang telah mapan. Berani mengambil langkah-langkah
baru untuk dicoba, dan senantiasa terbuka terhadap hal-hal baru serta
senantiasa siap untuk belajar.
Untuk membantu pembelajar meraih sukses
dalam setiap pembelajaran, hal yang bisa dilakukan oleh guru adalah :
menyajikan materi pelajaran dengan sajian multisensori yang dapat ditangkap
oleh keragaman modalitas belajar siswa, membuat kelompok-kelompok kecil sebagai
pemantapan belajar dan kerjasama komunkatif antar siswa, serta memberikan tugas
perseorangan sebagai aplikasi kepribadian masing-masing siswa.
DAFTAR PUSTAKA
De
Porter, Bobbi, dan Reardon, Mark, dan Nourie, Sarah Singger, Quantum Teacing : Mempraktekkan Quantum Learning di Ruang-ruang
Kelas, Terj. Ari Nilandari, Penyunting, Femmy Syahrani, Ed. 1, cet.
Ke-23, (Bandung: Kaifa, 2009)
Hamruni, Strategi dan Model-model Pembelajaran Aktif Menyenangkan, (Yogyakarta
: Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2009)
Hamruni, Edutainment Dalam Pendidikan Islam & Teori-teori Pembelajaran
Quantum,(Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Kalijaga, 2009)
https://fahreena.wordpress.com/artikel/edutainment/